MAKALAH
“ESSENSI DAN
SUBSTANSI AKHLAK TASAWUF”
Untuk memenuhi tugas mata kuliah Akhlak Tasawuf
Dosen pengampu:
Dr. Maksudin M. Ag
Disusun oleh:
Eva Syarifatul
Jamilah
15420013
PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN BAHASA ARAB
FAKULTAS ILMU
TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SUNAN
KALIJAGA YOGYAKARTA
TAHUN AJARAN 2015/2016
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Akhlak
merupakan sesuatu yang sangat pokok dalam diri seorang manusia, dimana kita
bisa menilai seseorang dan mengetahui seseorang dari akhlaknya. Akhlak jugabisa
disebut dengan kebiasaan dan perilaku seorang manusia. Akhlak yang baik harus
dimiliki oleh setiap manusia dan seorang manusia jangan mempunyai akhlak
tercela yang akan mengganggu kehidupannya. Karena kita hidup didunia ini untuk
mendpatkan Rido Allah dan juga selamat di dunia dan di akhirat.
Adapaun
tasawuf, tasawuf adalah disipli ilmu yang menghubungkan antara manusia dengan
Allah, sang penciptaya. Tasawuf juga sangat dibutuhkan didalam dunia yang
semakin tua ini. Karena bagaimanapun kita harus memiliki pegangan yang teguh
pada agama untuk melanjutkan hidup di akhir zaman ini.
1.2 Rumusan Masalah
Dalam pembahasannya ada beberapa masalah yang akan kami bahas,
yaitu:
1.2.1 Akhlak dan Tasawuf Secara Thesis
1.2.2
Akhlak dan Tasawuf Secara Anti Thesis
1.2.3 Akhlak dan Tasawuf Secara Sintesis Kreatif
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah
untuk supaya kita lebih memahami apa itu akhlak dan tasawuf, juga bisa
mengamalkannya dengan sebaik-baiknya dan menjadi Insan Kamil yang smendapatkan
Ridho Allah.
1.4 Manfaat Penulisan
Manfaat
penulisan ini tidak terlepas untuk:
1. Khalayak umum, yang sama-sama sedang
mencari ilmu
2. Diri
penulis sendiri, yang masih memiliki banyak kekurangan ilmu agama maupun ilmu
pengetahuan.
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Thesis
1.1. Akhlak
1.
Akhlak
secara Estimologis
1)
Akhlak adalah jamak dari “Khuluqun” yang secara liguistik mempunyai
arti sebagai Budi pekerti, tingkah laku, perangai, tata karma,
sopan santun, adab dan tindakan.
2)
Akhlak
bersinonim dengan Etika dan Moral. Etika berasal dari kata Etos yang memiliki
arti kebiasaan. Dan Moral berasal dari kata Mose yang memiliki arti adat kebiasaan.
Perbedaan
akhlak, etika, dan moral adalah Akhlak adalah sebuah perilaku dan juga sebagai
ilmu. Akhlak juga dianalogikan dengan etika sebagai ilmu yang pembahasannya
menjadi isu filsafat. Sedangkan, pada etika dan moral yang membedakan adalah
tolok ukurnya. Jika dalam etika untuk menentukan nilai perbuatan baik manusia
(baik atau buruk) dengan tolok ukur akal pikiran, maka dalam pembahasan moral
tolok ukurnya adalah norma-normaa yang hidup dalam masyarakat, yang dapat
berupa adat istiadat, agama dan aturan-aturan tertentu.
3)
Akhlak
berasal dari kata/Fi’il Madhi “Khalaqa” yang artinya menciptakan. Atau
berasal dari kata “Khalaq” yang artinya penciptaan. Dimana memiliki dua
unsur penting yaitu “Khaliq”, isim Fail dari kata “Khalaqa” yang
artinya sang pencipta dan “Makhluq”, isim maf’ul dari kata “Khalaqa” yang artinya yang diciptakan.
4)
Kata
“al-khuluq” ini juga mengandung segi-segi penyesuaian dengan perkataan
al-khalaq yang berarti ciptaan serta erat hubungannya dengan kata al-Khaliq
yang berarti yang diciptakan. Perumusan pengertian tersebut timbul sebagai
media yang memungkingkan adanya hubungan baik antara khaliq dengan makhluq
dan antara makhluk dengan makhluk lainnya. Sehingga pola-pola hubungan ini
menjadi pembahasan ruang lingkup akhlak.
2.
Akhlak
secara Terminologis
Para
Intelektual muslim memiliki defini yang berbeda-beda tentang pengertian Akhlak.
Diantaranya:
1)
Ibnu
Maskawaih:
“Akhlak adalah
gerak jiwa yang mendorong kearah melakukan perbuatan dengan tidak membutuhkan
pikiran”
2)
Ahmad
Amin:
“Akhlak” adalah
membiasakan kehendak.
3)
Imam
Al-Gazali:
“Akhlak
adalah suatu perangai (watak, tabiat) yang menetap kuat dalam jiwa seseorang
dan merupakan sumber timbulnya perbuatan-perbuatan tertentu dari dirinya,
secara mudah dan ringan, tanpa perlu dipikirkan atau atau direncanakan
sebelumnya”
As-Sunnah An-Nabawiyah pun menguatkan definisi tentang akhlak
tersebut, yang mana As-Sunnah mengkategorikanya sebagai pekerjaan hati dan
motif-motif (niat) yang baik dan teguh serta motivasi diri (self motivation)
untuk berjauhan dengan hal tercela.
Rasulullah SAW.bersabda dalam penegasanya terhadap
perbuatan-perbuatan akhlak yang baik dari diri manusia merupakan asas (pondasi)
dalam menilai motif-motif dan perilaku:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِنَّ اللَّهَ لا يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَأَمْوَالِكُمْ
وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ.
Dari Abu Hurairah telah berkata, telah
bersabda Rasulullah saw: “Sesungguhnya Allah tidaklah memandang pada harta dan
fisikmu, tapi dia memandang pada hati dan perbuatanmu”.
4)
Quraish
Shihab
Menurut Quraish
Shihab, makna dari akhlak lebih luas maknanya daripada yang telah dikemukakan
terdahulu secara mencakup pula beberapa hal yang tidak merupakan sikap
lahiriah. Misalnya yang berkaitan dengan sikap bathin maupun pikiran.
3.
Kajian/Pengertian
Akhlak secara:
1)
Sosial
Kajian akhlak
secara sosial adalah bahwa akhlak sangat mempengaruhi pergaulan seseorang
dengan orang lain dimana nilai-nilai sosial diterapkan dalam kehidupan
bermasyarakat. Akhlak bermasyarakat/sosial yang baik akan membuat orang-orang
yang ada disekitarmu baik juga kepadamu. Dengan artian, jika kau peduli pada
mereka, maka mereka pun akan peduli kepadamu karena akhlak yang baik akan
dibalas dengan akhlak yang baik pula.
2)
Politik
Akhlak politik
yang harus dimiliki oleh setiap orang adalah orang itu jangan bersikap egois
atau mementingkan dirinya sendiri dikarenakan kepentingan dirinya atau
kepentingan kelompok. Akhlak yang baik harus dimiliki jika kita hidup didunia
politik yang sangat beyak sekali godaan, rintangan dan perjuangan untuk tetap
teguh dan penuh keadilan untuk dirinya ataupun orang lain.
3)
Budaya
Secara budaya,
akhlak dikaji sebagai simbol suatu kaum atau kelompok. Kita dapat dengan mudah
mengenal akhlak seseorang dilihat dari budayanya, dimana dia dibesarkan dan dia
didik. Dan kita juga harus memiliki akhlakul karimah didalam kehidupan
berbudaya.
4)
Agama
Tia-tiap agama
memiliki akhlak, dan akhlak islam adalah malu. Malu disini dapat berupa malu
bila berbuat maksiat, malu berbuat tidak adil, malu tidak menyempurnakan
kewajibannya sebagai seorang muslim yang seharusnya, malu jika melakukan
sesuatu yang dilarang oleh agama. Dan yang terpenting disini, adalah malu kepda
Allah, sang pencipta jiwa raga ini. dan yang paling berbahaya adalah jika kita
tidaak memiliki rasa malu terhadap Allah dan menjadikan kita bebas berbuat
dzolim terhadap-Nya, ataupun makhluknya yang beriman ataupun yang tidak
beriman.
1.2 Tasawuf
1.
Tasawuf
secara Estimologis
1)
Sebagian
berkata, para sufi diberi nama sufi karena kesucian (safa) hati mereka dan
keberhasilan tindakan mereka (athar’). Bisr bin Haris berkata: “Sufi adalah
orang yang hatinya tulus (safa) kepada Allah. Dengan begitu, maka tubuh secara
keseluruhan mengalami pembaruan dan semua sikap ditingkatkan oleh kesucian dan
ketulusan jiwa.
2)
Ada
yang berpendapat bahwa sufi disebut sufi hanya karena mereka berada di barisan
pertama (saff) di depan Allah, melalui pengangkatan keinginan mereka
kepada-Nya dan tetapnya kerahasiaan mereka dihadapan-Nya.
3)
Ada
pula yang mengambil istilah tasawuf ini dari kata saffah al-masjid (serambi
masjid). Istilah ini dihubungkan dengan suatu tempat di masjid Nabi yang
didiami oleh sekelompok sahabat Nabi yang fakir dan tidak mempunyai tempat
tinggal yang dikenal dengan ahlus suffah. Mereka adalah orang yang
menyediakan seluruh waktunya untuk berjihad dan berdakwah serta meninggalkan
usaha-usaha yang bersifat duniawi.
4)
Terakhir
adalah anggapan bahwa mereka disebut sufi karena kebiasaan mereka memakai suff,
yaitu wol. Mereka tidak memakai pakaian yang halus disentuh atau indah dilihat,
untuk menyenangkan jiwa. Mereka memakai pakaian hanya untuk menutupi
ketelanjangan mereka dengan kain yang terbentuk dari bahan bulu dan wol kasar.[1]
Dari beberapa pendapat tersebut,
pendapat yang mengatakan kata sufi merupakan turunan dari kata Suff
(wol) yang dapat diterima, karena kata sufi ini tepat dari sudut pandang
etimologis.
Menurut kamus besar bahasa Arab kata
“tasawwafa” dia memakai baju dari wol, seperti misalnya kata tasawwafa
yang berarti “dia memakai kemeja”. Abu Bakar al-Kalabazi berpendapat bahwa kata
sufi memiliki arti penting seperti penarikan diri dari dunia, menjauhkan diri
dari keduniawian, meninggalkan semua tempat tinggal yang telah mapan secara
tetap terus mengadakan perjalanan mengingkari kesenangan-kesenangan jasmani
bagi jiwanya, menyucikan tingkah laku, membersihkan bathin, melapaangkan dan
meningkatkan mutu kepemimpinan.
Ibn Khaldun juga berpendapat bahwa
kata sufi merupakan kata jadian dari suf. Tapi perlu diingat, bukan sekedar
mereka memakai pakaian yang terbuat dari bulu wol kasar maka seseorang disebut
sufi. Seperti dituturkan Hujwiri: “Kesucian adalah karunia Allah dan suf (wol)
adalah pakaian yang tepat untuk ternak”.
Menurut penelitian Imam Khusairi, kata
sufi menjadi terkenal tak lama sebelum akhir abad ke-2 Hijriyah (atau 822 M).
Setelah wafatnya Nabi, sahabat pada masa itu dikenal dengan nama tabi’in (para
pengikut), dan pengikut-pengikutnya adalah gelar yang diberikan pada mereka
yang duduk di kaki para pengikut itu. Setelah berakhirnya periode ini, semangat
keagamaan mengendur.[2]
2.
Tasawuf
secara Terminologi.
1)
Imam
Qusyairi menganggap tasawuf sebagai suatu kesucian, yaitu kesucian lkehidupan
jasmani dan rohani. Ia berkata: “Kesucian adalah suatu yang patut dipuji dengan
bahasa apa pun dan sebaliknya, ketidaksucian harus dihindari”.
2)
Syeikh
al-Islam Zakaria an-Ansari mendefinisikan tasawuf sebagai jalan yang
mengajarkan manusia cara yntuk menyucikan diri, meningkatkan moral dan
membangun kehidupan jasmani dan rohani guna mencapai kebahagiaan abadi. Unsur
utama tasawuf adalah penyucian jiwa. Tujuan akhirnya adalah kebahagiaan dan
keselamatan abadi.
3)
Imam
al-Gazali mengatakan: “Ketika telah mencapai tingkat ahli dalam ilmu-ilmu ini,
saya alihkan perhatian saya kepada metode-metode yang dipakai oleh sufi. Saya
belajar pada mereka tentang metode untuk mencapai kesempurnaan dan
mempraktikkannya. Inti ajaran mereka adalah menahan diri dan membebaskan diri
dari nafsu-nafsu yang mendasarkan godaan-godaan setan, sehingga hati mereka
bisa lepas dari segala macam pikiran kecuali Allah dan menghiasi hati dengan
ingatan-ingatanyang berbau keagamaan”. [3]
4)
Dr.
Ibrahim Hilal mengatakan tasawuf adalah memilih jalan secara zuhud, menjauhkan
diri dari perhiasan hidup dalam segala bentuknya. Tasawuf itu adalah
menundukkan jasmani dan rohani dengan jalan yang disebutkan sebagai usaha
mencapai hakikat kesempurnaan-Nya. Inilah yang mereka gambarkan sebagai
hakikat.[4]
5)
Ma’ruf
al-Kurhi mendefinisikan tasawuf adalah berpegang pada apa yang hakiki dan
menjauhi sifat tamakterhadap apa yang ada ditangan manusia.
6)
Abu
Ya’kub al-Susi mendefinisikan tasawuf sebagai bahwa shufi ialah orang tidak
merasa sukar dengan hal-ha yang terjadi pada dirinya dengan tidak mengikuti
keinginan hawa nafsunya.
7)
Dzu al-Nun
al-Mishri berkata bahwa tasawuf adalah usaha untuk mengalahkan segala-galanya
untuk memilih Allah, sehingga Allah pun akan memilih seorang sufi dan
mengalhkan segala sesuatu.
8)
Basyuni
mendefinisikan Tasawuf mengumpulkan dari definisi-definisi para ahli. Definisi
ini merupakan tahapan-tahapan bagi orang yang masuk dunia tasawuf, sebagai
berikut:
I.
Al-Bidayah:
Tahap pemula atau permulaan; seseorang harus berusaha untuk mendekatkan diri
dan ingat kepada Tuhan. Adanya tabir yang menghalangi dirinya dengan Tuhan
sedikit demi sedikit akan hilang. Hatinya merasakan dilimpahi oleh Nur (cahaya)
yang membangkitkan perasaan dan kedunguan serta membawanya kepada ketenangan
jiwa yang sempurna.
II.
Al-Mujahadah:
giat dan kesungguhan. Definisi ini memuat dari definidi Abu Husain Al-Nuri (w.
295 H); Tasawuf adalah berakhlak dengan
akhlak Allah. Menurut Sahl ibn Abdillah al-Tustari; Tasawuf adalah sedikit
makan, tenang dengan Allah dan menjauhi manusia. Abu Muhammad Ruwaim (w. 303
H); Tasawuf adalah kearifan, mengahrap Allah, merendahkan diri dan mendahulukan
orang lain dan tidak menonjolkan diri.
III.
Al-Mazaqah:
pengalaman dan perasaan bathin dalam kontak hubungan antara manusia dengan
Tuhan (sebagai kekasihnya). Definisi ini memuat pikiran; Al-Junaid al-Baghdadi
(w. 297 H); Tasawuf adalah bersama Allah tanpa penghubung.
9)
Syeikh
Abdul Wahid Yahya
“Banyak
perbedaan pendapat mengenai kata ‘sufi’, dan telah ditetapkan ketentuan yang
bermacam-macam tanpa ada satu pendapat yang lebih utama daripada pendapat
lainnya karena semua itu bisa diterima.
3.
Kajian/Pengertian
Tasawwuf secara:
1)
Sosial
Dalam tasawuf
sosial, terdapat tiga alir gerakan yang saling berhubungan, yaitu: manusia,
Allah dan kembali pada manusia dan alam. Pada ketiga alir ini, manusia bergerak
untuk mendekatkan diri kepada Allah melalui berbagai model penyucian diri,
setelah kedekatan itu terbangun maka lahirlah sebuah kewajiban untuk
membuktikan kedekatan itu melalui pendistribusian kasih kepada sesama dan
lingkungan sekitarnya. Tasawuf sosial merawat relasi-relasi antara manusia
dengan manusia lainnya dan alam semesta, bukan memutus relasi yang seharusnya
terbangun.
Oleh sebab itu,
tasawuf sosial menjadi suatu keharusan ditengah disorientasi makna hidup. Dalam
konteks ini, keterdekatan diri kepada Allah dapat dilihat bukan saja melalui
ritualisme dari waktu ke waktu secara rigid melainkan seberapa besar seorang
Muslim merawat dan membina kehidupan sehingga bermuara pada situasi bahagia di
Dunia dan bahagia di Akhirat.
2)
Politik
Dalam konteks
demokrasi, politik adalah sarana untuk meraih kekuasaan. Ibarat mata pisau,
politik kekuasaan dapat membawa manfaat maupun madharat dan dapat pula melukai
tangan; bila politikus tersebut lalai menggunakan jalan politik. Sebagai
seorang muslim yang terjun di dunia politik, al-Qur’an dan Sunah wajib menjadi
rambu-rambu dalam menapaki peta politik.
Sungguh tepat
bila setiap politikus berusaha membentuk pribadi unggul dalam kepemimpinannya
dengan versi al-Qur’an. Al-Qur’an adalah pedoman bagi seluruh umat di Dunia ini
dan merupakan kitab suci yang seharusnya tidak hanya dijadikan sebagai simbolik
dalam perjuangan, tetapi perlu dipindahkan menjadi hiasan bibir dan hati.
Kemudian dapat diaktualisasikan dalam garis perjuangan (politik).
Nah, dengan
berpegang teguh pada rambu-rambu dari al-Qur’an dan Sunah, tak bisa dipungkiri
akan menghasilkan pemimpin yang bertanggung jawab. Hadiah terindah untuk para
pemimpin yang amanadh dan adil adalah kasih sayang Allah. Maka kita harus tetap
memegang teguh Agama Islam dengan sebaik-baiknya.
3)
Budaya
Budaya bisa
saja mempengaruhi ke-Tasawuf-an seseorang. Karena bagaimanapun budaya dan
pergaulan seseorang mempengaruhi cara pandang seseorang terhadap sesuatu. Orang
barat dan orang timur jelas sekali berbeda dalam segi apapun meskipun ada
beberapa persamaan. Namun, ini menujukkan bahwa budaya yang satu tidak akan
sama dengan budaya yang lainnya.
Walaupun begitu, tasawufnya tidak banyak perbedaan yang berarti.
4)
Agama
Dalam islam
ataupun agama lainnya, ada yang dikenal dengan insan kamil. Dimana, insan kamil
itru merupakan tahapan tertinggi seorang manusia kepada Allah-dengan
bermakrifat kepadanya. Bahwa apa-apa yang ada di dunia ini tidak lepas dari
pengawasan Allah, dan kita akan kembali kepadanya. Menjadi Insan kamil tidaklah
mudah didapatkan dan kita harus benar-benar hanya melihat Allah dalam setiap
pekerjaan dan kelakuan yang kita lakuakan atau kita lihat di alam raya ini.
Insan kamil adalah manusia yang sampai pada keaktualan. Dia telah menemukan
unitas eksistensian dengan Nafas Rahmani. Dalam tataran keaktualan tersebut,
terdapat tingkatan dan kesempurnaan yang berbeda. batas akhir dari kesempurnaan
hanya pada Hadhrat Khattam Nabi Muhammad saw yang dapat determinasinya dan
tidak ada selainnya yang mampu sampai pada kesempurnaan tersebut.
2. Anti Thesis
2.1
Pengertian
Akhlak dan Tasawwuf secara Bahasa, Terminologi, Sosial dan Historis.
1.
Akhlak
1)
Bahasa
Secara Bahasa,
pengertian Akhlak adalah sebagai Budi pekerti, tingkah laku, perangai, tata karma, sopan santun, adab dan tindakan.
2)
Terminologi
Secara
Terminologi, Akhlak adalah suatu perangai (watak, tabiat) yang menetap kuat
dalam jiwa seseorang dan merupakan sumber timbulnya perbuatan-perbuatan
tertentu dari dirinya, secara mudah dan ringan, tanpa perlu dipikirkan atau
atau direncanakan sebelumnya
3)
Sosial
Secara sosial,
akhlak adalah sebagai penuntun kita pada jalan/arah di masa depan, karena
bagaimana, orang-dimanapun, siapapun dan kapanpun-pasti akan menilai seseorang
atas semua kelakuan/perlakuan/akhlak yang dia kerjakan. Dan itu sangat
mempengaruhi kehidupan kita. Karena bagaimanpun manusia adalah manusia yang
tidak bisa hidup sendiri didunia ini. jadi akhlakul karimah sangat dibutuhkan
dna patut kita punya.
4)
Historis
Secara
historis, akhlak manusia tidaklah berubah dari zaman nabi adam terdahulu hingga
zaman sekarang-akhir zaman. Bahwa akhlak seseorang menentukan kehidupannya
kelak. Seperti akhlak anak nabi adam yang membunuh saudaranya sendiri-hingga
sampai pada zaman nabi Muhammad yang diutus Allah untuk menyempurnakan Akhlak
makhluk hidup yang pada saat itu, memiliki akhlak jahiliyah dan sangat jauh
dari akhlak yang telah Allah perintah di dalam Injil-Kitab ayng diturunkan
kepada nabi Isa.
Akhlak juga
dapat memandu perjalanan hidup manusia agar selamat di dunia dan akhirat.
Tidakkah berlebihan bila misi utama kerasulan nabi Muhammad saw adalah untuk
menyempurakan akhlak manusia. Sejarah pun mencatat bahw faktor pendukung
keberhasilan dakwah beliau antara lain karena dukungan akhlak beliau yang
prima, hingga hal ini dinyatakan Allah dalam al-Qur’an. Maka kita sebagai umat
nabi Muhammad diwajibkan memiliki akhlak yang baik supaya dapat menjalani
kehidupan dengan sebaik-baiknya.
2.
Tasawwuf
1)
Bahasa
Ada banyak
kalangan yang menyatakan bahwa tasawwuf berasal dari kata suffah yang artinya
emperan masjid Nabawi yang didiami oleh sebagian sahabat Anshor.[5]
Kata tasawwuf yang berasal dari kata Saff itu karena ahli tasawwuf itu berada
pada barisan (saff) pertama disisi Allah swt.[6]
2)
Terminologi
Secaraa
Terminologis, Tasawuf adalah usaha untuk mengalahkan segala-galanya untuk
memilih Allah, sehingga Allah pun akan memilih seorang sufi dan mengalhkan
segala sesuatu.
3)
Sosial
Tasawuf sosial
menjadi suatu keharusan ditengah disorientasi makna hidup. Dalam konteks ini,
keterdekatan diri kepada Allah dapat dilihat bukan saja melalui ritualisme dari
waktu ke waktu secara rigid melainkan seberapa besar seorang Muslim merawat dan
membina kehidupan sehingga bermuara pada situasi bahagia di Dunia dan bahagia
di Akhirat.
4)
Historis
Pada masa
pemerintahan Nabi Muhammad saw tidak mengenal yang namanya Sufi atau Tasawuf.
Meskipun, sebenarnya pada awal-awal tahun sebelum Nabi mendapatkan wahyu
pertamanya, beliau sering menyendiri di gua hiro untuk bermunajat pada Allah.
Meninggalkan seluruh urusan duniawi dan tinggal secara sederhana. Setelah
Rasulullah saw berhijrah ke Madinah, disana para sahabat Nabi menjadikan Nabi
sebagai tokoh kezuhudan. Diantaranya seperti Abu Bakar, Umar bin Khattab,
Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Salman al-Farisi dan Ammar bin Yasir.
Setelah itu ada tokoh Zuhud yang berasal dari Tabi’in Madinah adalah Sa’id Ibn
al-Musayyab dan Salin bin Abdullah. Untuk aliran Bashrah diantaranya Hasan
al-Bashri dan Rabi’ah al-Adawiyah. Sedangkan untuk aliran Kuffah adiantaranya
adalah Sufyan ats-Tsaury dan Thawus al-Kisan.
Dari awal-awal
tahun Nabi saw berhijrah ke Madinah, banyak sekali tokoh sufi yang terkenal
pada zamannya dan berpengaruh seperti Imam al-Gazali dan lain sebagainya.
2.2
Identifikasi
dan Klasifikasi (penggolongan sistematik).
·
Akhlak
Identifikasi
Akhlak: Akhlak adalah tabi’at seseorang yang tanpa melakukan pemikiran apapun
atau tanpa perencanaan dan bisa menjadi kebiasaan dan melekat pada diri kita
seutuhnya.
Klasifikasi
Akhlak terbagi 2, yaitu: Akhlak Mahmudah dan Akhlak Madzmumah. Akhlak mahmudah
merupakan segala macam sikap dan tingkah laku yang baik dan dilahirkan oleh
sifat-sifat mahmudah yang terpendam dalam jiwa manusia. Adapun Akhlak Madzmumah
merupakan segala macam sikap dan tingkah laku yang buruk dan tercela yang
terpendam dalam jiwa manusia yang dilahirkan dari sifat-sifat madzmumah.
·
Tasawuf
Identifikasi
Tasawuf: Tasawuf adalah usaha untuk mengalahkan segala-galanya untuk memilih
Allah, sehingga Allah pun akan memilih seorang sufi dan mengalhkan segala
sesuatu.
Klasifikasi
Tasawuf: Tasawuf terbagi menjadi 2, yaitu Tasawuf Nazari (falsafi) dan Tasawuf
Amali (tharekat).
2.3
Bahan
unsur yang sama dan unsur yang berbeda.
Akhlak mengatur
urusan manusia dengan Tuhannya dan juga dengan manusia, sedangkan Tasawuf
mengatur urusan manusia dengan Tuhannya saja.
·
Persamaan:
Akhlak dan Tasawuf sama-sama merupakan Rahmatan lil Alamin, dua-duanya
menganjurkan kita supaya tidak bersikap sombong dan bersikap lemah lembut
terhadap siapapun terutama kepada sang Maha Pencipta diri kita yang diatur oleh
Allah dengan begitu sempurna ini.
·
Perbedaan:
Tasawuf adalah ilmu tentang bagaimana kita membersihkan hati agar selalu
berdzikir/ingat kepada Allah, dan tidak tergiur oleh duniawi. Sedangkan akhlak
itu sendiri adalah refleksi dari penerapan ilmu tasawuf sehingga tingkah laku
dan perbuatan kita sama dengan perilaku Rasulullah saw. Walaupun tak akan ada
satupun manusia yang akan seperti Nabi Muhammad, namun kita hanya bisa
berussaha dan berdoa supaya kita mempunyai akhlak seperti beliau.
2.3.1
Mengapa
sama? Mengapa berbeda?
Sama karena
bagaimanapun kedua ilmu akhlak dan tasawuf tidak bisa dipisahkan begitu saja
dan merupakan Rahmatan lil alamin.
Berbeda karena
jika Akhlak adalah aturan yang mengatur urusan manusia dengan manusia dan
Allah, sedangkan Tasawuf hanya mengatur urusan manusia dengan Allah saja.
2.3.2
Temukan
benang merah/ titik temu.
Keduanya
sama-sama tidak bisa dipisahkan dan saling berkaitan satu sama lain, yang satu
saling melengkapi yang lainnya. Dan yang terpenting adalah ilmu Allah masih
sangat luas, dan pemahaman manusia dari zaman ke zaman semakin bertambah dan
bervariasi, jadi kita diwajibkan untuk memiliki akhlak yang mahmudah dan jiwa
tasawuf.
3.
Sintesis
Kreatif
Dari
pengetahuan diatas, penulis mendapatkan pengertian lain dari akhlak dan
tasawuf. Akhlak dan Tasawuf tidak bisa dipisahkan satu sama lain, dan pasti
saling menyempurnakan satu sama lain. Tasawuf tidak akan pernah lepas dari
akhlak, dan begitupun akhlak tidak akan pernah terlepas dari tasawuf. Adapun
pengertian akhlak tasawuf menurut penulis adalah hubungan setiap manusia dengan
manusia lain sebagai makhluk sosial dan saling membutuhkan dan juga hubungan
manusia itu sendiri dengan penciptanya, yaitu Allah swt. Akhlak dan tasawuf
merupakan disiplin ilmu yang apabila kita telah mempunyai akhlak mahmudah
menurut Allah juga terlepas dari urusan duniawi, maka kehidupannya kelak akan
selamat dunia dan akhirat, juga mendapatkan Ridho dari Allah. Meskipun begitu
tidak mudah untuk mendapatkan dan melaksanakan akhlak yang baik dan menguasai
ilmu tasawuf. Karena, manusia dikelilingi oleh nafsu yang sangat kuat dan terus
berada disampingnya, juga dengan qalbu (hati) yang berubah kapanpun, terkadang
sangat taat terhadap Allah dan terkadang juga sangat lalai akan-Nya. Maka dari
itu, kita sebagai manusia yang tak lluput dari kesalahanharus selalu berharap
kepada Allah dengan segala Hidayah dan Karunianya.
BAB III
PENUTUP
3.1 SIMPULAN
Dari materi atas dapat disimpulkan
bahwa Dari pengetahuan diatas, penulis mendapatkan pengertian lain dari akhlak
dan tasawuf. Akhlak dan Tasawuf tidak bisa dipisahkan satu sama lain, dan pasti
saling menyempurnakan satu sama lain. Tasawuf tidak akan pernah lepas dari
akhlak, dan begitupun akhlak tidak akan pernah terlepas dari tasawuf. Adapun
pengertian akhlak tasawuf menurut penulis adalah hubungan setiap manusia dengan
manusia lain sebagai makhluk sosial dan saling membutuhkan dan juga hubungan
manusia itu sendiri dengan penciptanya, yaitu Allah swt. Akhlak dan tasawuf
merupakan disiplin ilmu yang apabila kita telah mempunyai akhlak mahmudah
menurut Allah juga terlepas dari urusan duniawi, maka kehidupannya kelak akan
selamat dunia dan akhirat, juga mendapatkan Ridho dari Allah. Meskipun begitu
tidak mudah untuk mendapatkan dan melaksanakan akhlak yang baik dan menguasai
ilmu tasawuf. Karena, manusia dikelilingi oleh nafsu yang sangat kuat dan terus
berada disampingnya, juga dengan qalbu (hati) yang berubah kapanpun, terkadang
sangat taat terhadap Allah dan terkadang juga sangat lalai akan-Nya. Maka dari
itu, kita sebagai manusia yang tak lluput dari kesalahanharus selalu berharap
kepada Allah dengan segala Hidayah dan Karunianya.
3.2 SARAN
Saran dari penulis, adalah kita
harus lebih banyak lagi membaca buku, menelaah, berfikir dengan sangat detail
tentang apapun yang terjadi di dunia ini. Karena buku dan pengetahuan adlah
segala-galanya dan satu-satunya bekal untuk masa depan yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Amin
Syukur, 2002
Edy Yusuf Nur, Menggali Tasawuf yang Hakiki, 2014:
hal. 3
Edi
Yusuf Nur, Menggali Tasawuf yang hakiki, 2014: hal. 4
Mir Valuddin,
1987: 4-6
Mir Valuddin:
1987: 1-3, Mustafa Zahri: 1995: 137-139, Fadhalla Haeri:1994: 1-3
[1]
Mir Valuddin: 1987: 1-3, Mustafa Zahri: 1995: 137-139, Fadhalla Haeri: 1994:
1-3
[2]
Edy Yusuf Nur, Menggali Tasawuf yang Hakiki, 2014: hal. 3
[3]
Mir Valuddin, 1987: 4-6
[4]
Edi Yusuf Nur, Menggali Tasawuf yang hakiki, 2014: hal. 4
[5]
Amin Syukur, 2002
[6]
Edy Yusuf Nur, 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar