Judul Buku |
: Dari Membela Tuhan Ke Membela Manusia
(Kritik atas Nalar Agamaisasi Kekerasan) |
Penulis |
: Dr. Aksin Wijaya |
Penerbit |
: Mizan |
Tahun Terbit |
: 2018 |
Jumlah Halaman |
: xxx + 262 hlm |
ISBN |
: 978-602-441-067-4 |
Pertama kali melihat judul buku ini, seketika terbesit bahwa buku ini
bisa jadi merupakan sebuah respons dari kekerasan oleh suatu golongan terhadap
individu atau pun golongan lain. Baik berupa kekerasan verbal mau pun non
verbal. Ternyata, pengetahuan yang saya dapatkan setelah menamatkan lebih dari
apa yang saya telah ekspektasikan. Karena dengan begitu rendah hati, teliti dan
cermat, penulis memaparkan akar-akar kekerasan yang terjadi di masa kiwari yang
nyatanya begitu kompleks.
Sebenarnya, saya sendiri tidak begitu asing dengan penulis buku, Dr.
Aksin Wijaya. Karena tentunya saya pernah membaca buku-buku beliau yang lain
dan menjadikannya rujukan dalam tulisan saya. Selain tentunya pemikiran beliau
pernah dibahas di forum di kelas. Hanya saja, buku ini termasuk golongan baru
saya baca.
Buku ini terdiri dari 9 (Sembilan) Bab termasuk catatan penutup.
Disertai dengan beberapa sambutan yang saya anggap sebagai pengantar atau
gambaran awal tulisan yang akan saya baca. Saya tidak pernah berpikir akan sangat
asyik dan begitu larut dalam pembahasan buku ini, mengingat tema nya cukup
berat dan menantang.
Mula-mula mengajak pembaca untuk menyelami genealogi gerakan Islam
kontemporer yang tentunya sangat berhubungan dengan apa yang telah terjadi di
masa lalu dan pengaruhnya dalam bentuk kekerasan, baik kekerasan wacana yang
kemudian berubah bentuk menjadi kekerasan fisik di masa ini. Adapun yang
menjadi titik awal dari gerakan-gerakan serta para tokoh yang akan dibahas
adalah peristiwa Tahkim.
Dengan analisis yang begitu kuat, penulis membagi akibat dari peristiwa
Tahkim Ali bin Abi Thalib menjadi tiga yang kemudian di masa depan tiga
golongan ini membentuk sebuah ideologi transnasional besar, yaitu Islam
Khawariji-Wahhabi, Islam Islamisme dan Islam Pluralis. Tidak akan lengkap
rasanya jika membahas suatu gerakan transnasional tanpa mengikutsertakan
membahas tokoh yang menggagas dan kembali mengadopsinya. Agar tentunya pembaca
mengetahui dan kemudian memahami pemikiran-pemikiran tersebut berasal.
Saya sempat berhenti membaca sejenak untuk berpikir mengenai respons
pembaca ketika membaca buku ini. Apakah akan terkejut? Merasa terkutili? Merasa
tidak terima? Atau bahkan sebaliknya yaitu cenderung semakin penasaran?. Karena
begitu tiada ampun membeberkan fakta yang mengandung keironian.
Sebelum memaparkan sedikit garis besar buku ini, saya rasa perlu mengawalinya
dengan poin-poin penting yang akan penulis bahas, yaitu mengenai perbedaan
pemaknaan dan interpretasi tiga golongan besar serta para tokohnya yang telah
dipaparkan di atas mengenai Nalar Islam, al-Hakimiyyah al-Ilahiyah ke al-Hakimiyyah
al-Basyariyah dan Jihad Fi Sabilillah. Lagi, pembaca akan merasakan
keluasan wawasan penulis selain mendapatkan titik terang perbedaan pemikiran
tersebut yang memiliki pengaruh besar di masa kini.
Penulis menjelaskan bahwa Islam Khawariji-Wahhabi adalah buah pemikiran
Abdul Wahhab yang merupakan seorang tokoh agama dari Arab Saudi. Dalam bab ini,
penulis dengan sabar menjelaskan sanad keilmuan Abdul Wahhab yang kemudian
membentuk pola pemikiran nya tersebut. Dengan penelusuran yang disajikan,
pembaca akan memahami mengapa pemikiran Abdul Wahhab tergolong pada pemikiran
yang kaku, intoleran dan keras. Dengan ciri-ciri pemikiran nya ini, sayang nya
kekerasan atas nama Agama semacam diberikan legalitas dan lebih parah sebuah
keharusan. Bahkan jika tidak dilakukan, kita bisa jadi termasuk ke dalam
golongan yang berlawanan dan boleh diperangi secara langsung.
Kebencian yang begitu melekat pada sebagian umat yang melakukan hal-hal
yang mereka klaim bid’ah. Rasanya tak asing lagi ketika terjadi penggusuran
atau penolakan satu rumah ibadah dikarenakan tidak sejalan dengan apa yang
mereka yakini. Hingga penghancuran situs-situs keagamaan yang dianggap musyrik
Tiga contoh tersebut merupakan bentuk perwujudan dari kekerasan wacana yang
melahirkan kekerasan fisik.
Pada golongan kedua, Islam Islamisme. Penulis membahas pemikiran dua
tokoh, al-Maududi dan Sayyid Qutb. Saya merasa memang ada perbedaan dari
golongan pertama dan golongan kedua ini, meskipun golongan kedua mengklaim
“thaghut” pada umat yang tidak sesuai atau tidak sama dengan ajaran mereka.
Dari kata “thaghut” ini sendiri merupakan klaim yang begitu berbahaya karena
kemudian bisa menimbulkan kekerasan fisik ke umat yang tidak sejalan dengan
golongan nya.
Dan yang terakhir merupakan golongan Islam Pluralis. Ketika membahas
mengenai golongan ini, penulis menjelaskan mengenai tiga tokoh besar Islam yang
juga pemikiran nya begitu berpengaruh, Asymawi, Haj Hammad dan Syahrur. Jika
ditelusuri, pemikiran tiga tokoh ini begitu berbeda dengan dua golongan
sebelumnya. Menurut saya, sudah pas disimpan pada bagian golongan terakhir
dengan kuantitas tokoh yang dibahas lebih banyak, agar pembaca mendapatkan
secam antitesa dari dua golongan keras sebelumnya.
Pembahasan buku ini bagi sebagian orang mungkin dianggap cukup berat
dan/atau bahkan berat. Namun, saya rasa, untuk mengetahui suatu permasalahan
yang timbul dan begitu kompleks di masa kini, apalagi yang berhubungan dengan
kekerasan wacana dan fisik dalam keagamaan, lebih khusus lagi dalam Islam,
memang perlu ditelusuri akar-akar nya secara mendalam. Baik dari nalar para
tokoh yang menggagas, kepentingan-kepentingan nya, hingga sangkut pautnya
dengan pertarungan politik dan kekuasaan.
Hal lain yang saya sukai dari buku ini adalah penulis tetap
menghubungkan dan berpijak pada kaidah Ush al-Fiqh tetapi juga
menintegrasikan nya dengan teori-teori filsafat postmodernism. Saya pikir itu
merupakan hal yang luar biasa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar