Bias Gender
dalam Buku Pembelajaran Bahasa Arab di Madrasah
Eva Syarifatul
Jamilah
UIN Sunan
Kalijaga
Bahasa
arab seperti yang kita tahu mempunyai keragaman yang tidak semua bahasa lainnya
miliki. Keragaman gaya bahasa arab itu meliputi a. Ragam sosial atau sosialek,
b. Ragama geografis, dan c. Ragam ideoliek. Ragam sosiolek merupakan ragam
bahasa yang menunjukkan stratifikasi sosial-ekonomi penuturnya. Sedangkan ragam
geografis adalah keragaman bahasa yang disebabkan oleh perbedaan wilayah
geografis penuturnya. Adapun keragaman idiolek berkaitan dengan karakteristik
pribadi luhur penutur bhasa arab yang bersangkutan.[1].
Secara
struktural bahasa arab memberikan ruang khusus bagi jenis kelamin perempuan
(pada tataran kata) sehingga kita bisa menemukan ada jenis benda untuk
perempuan, sifat, dan kata kerja. Nampak dari sudut pandang struktur ini,,
bahasa arab, seolah-olah bahasa yang paling meletak keadilan di antara dua
jenis gender perempuan dan laki-laki.
Pembelajaran
bahasa arab merupakan suatu sistem yang melibatkan banyak komponen.
Komponen-komponen itu adalah tujuan, materi, metode sumber belajar, media
pembelajaran, interaksi belajar-mengajar, evaluasi hasil belajar, pembelajar
atau siswa dan komponen guru.[2]
Salah
satu media untuk pembelajaran bahasa arab yaitu dengan bahan ajar cetak. Menurut National Centre For Competency
Training (2007), bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk
membantu guru atau instruktur dalam melaksanakan proses pembelajaran di kelas.
Sedangkan bahan ajar cetak (printed), yakni sejumlah bahan yang disiapkan dalam kertas yang dapat berfungsi untuk
keperluan pembelajaran atau penyampaian informasi. Contohnya: Handout, LKS,
Buku Modul, Brosur dll.
Bias Gender
Bias
Gender merupakan hal yang mudah dijumpai di era media sosial saat ini. namun,
banyak orang menyalah pahami tentang pengertian baik Bias, Gender dan Bias
Gender itu sendiri. Bias adalah kebijakan/kegiatan/program/kondisi yang memihak
pada salah satu jenis kelamin, atau kesenjangan peran dan kesempatan antara
laki-laki dan perempuan dalam kehidupan keluarga dan masyarakat. Pengertian
bias apabila dikaitkan dengan gender dan pendidikan akan memberikan pemahaman
bahwa dalam pendidikan terjadi penyimpangan atas ketimpangan terhadap jenis
kelamin perempuan. Ketimpangan yang terjadi bisa dalam bentuk kesempatan
mendapatkan pendidikan bagi perempuan dan isi materi pelajaran yang hanya
memihak salah satu jenis kelamin.
Gender,
seperti yang kita tahu, berbeda dengan jenis kelamin. Jika jenis kelamin
merupakan sesuatu yang given dan kodrati, maka pengertian gender sendiri adalah
perbedaan karakter laki-laki dan perempuan berdasarkan konstruksi sosial
budaya, yang berkaitan dengan sifat status, posisi, dan perannya dalam
masyarakat[3]
serta terjadinya perbedaan gender yang dikontruksi secara sosial-kultural. Di
samping itu, masyarakat mempunyai berbagai naskah yang diikuti oleh anggotanya
seperti mereka belajar memainkan peran maskulin dan feminim.[4]
Sedangkan
Bias Gender adalah penanaman posisi yang keliru atau keadaan yang menunjukkan sikap keberpihakan
lebih pada laki-laki daripada wanita. Misalnya: kaum perepuan memiliki sifat
memelihara dan rajin, serta tidak cocok untuk menjadi kepala keluarga,
berakibat bahwa semua pekerjaan domestik rumah tangga menjadi tanggung jawab
kaum perempuan. Konsekuensinya, banyak kaum perempuan yang harus bekerja keras
dan lama untuk menjaga kebersihan dan kerapian rumah tangganya, mulai dari
membersihkan dan mengepel lantai, memasak, mencuci dan mencari air untuk
menjadi hingga memelihara anak. Berbeda dengan kaum laki-laki yang sama sekali
tidak diperkenankan untuk melakukan hal di atas.
Buku
Pembelajaran Bahasa Arab
Stereotipe
sosial budaya yang menempatkan kaum perempuan harus melakukan hal-hal yang
domestik dan kaum laki-laki yang ditempatkan di ruang publik berdampak pada
pembelajaran dan buku bahan ajar cetak yang diajarkan di sekolah/madrasah. Contoh-contoh
nyata bahwa sistem patriarki seperti ini mudah ditemui yaitu dengan buku-buku
pembelajaran dan bahan ajar bahasa arab. Sasaran buku bahan ajar dan
pembelajaran ini meliputi jenjang Madrasah Diniyah, Madrasah Tsanawiyah,
Madrasah Aliyah bahkan hingga Perguruan Tinggi.
Contoh
buku pembelajaran Bahasa Arab yang memuat tentang Bias Gender adalah
al’-Arabiyah Baina Yadaik dan buku Bahasa Arab siswa kelas X Madrasah Aliyah.
Dalam
buku al-Arabiyah Baina Yadaik, terdiri dari 12 unit, dan 5 unitnya berisi
tentang gender feminis. Masing-masing unit tersebut adalah: Teks Percakapan,
Kosakata baru, Struktur tata bahasa, Latihan, dan Simpulan struktur kalimat.
Dalam buku Bahasa Arab -‘al-Arabiyah Baina Yadaik ini begitu sedikit
sekali menyorot tentang eksistensi
seorang perempuan. Perempuan hanya ada 4 wacana tentang perempuan, baik itu
perempuan sebagai pembicara atau objek dari pembicaraan. Semuanya berjumlah 18
delapan belas kata terdiri dari nama diri, kata ganti, kata sapaan yang lazim
digunakan dalam lingkungan keluarga dan kata pelaku atau penyandang profesi,
misal dokter, insyinyur, dan guru.
Begitupun
dengan Buku Bahasa Arab Siswa MA kelas X, pada halaman 32 dalam bab al-Hayati
fi al-Usrah. Buku pelajaran yang menyisipkan gambar ini juga menunjukkan bahwa
yang sedang memasak adalah dua orang perempuan berbeda umur, yang disebut sang
Ibu dan anak perempuannya. Sedangkan gambar lainnya menampakkan beberapa
laki-laki yang sedang bermain basket, sedang berolahraga. Dalam buku ini jelas
sekali menunjukkan bahwa peran seorang perempuan itu hanya melakukan hal-hal
domestik seperti memasak dan diam dirumah dan terkesan dinomor duakan
(subordinasi). sedangkan seorang laki-laki, ditempatkan di ruang publik karena
diidentikkan dengan sosok yang maskulin, kuat dan tangguh sehingga laki-laki
digambarkan sedang berolahraga.
Dr. Erlina, M. Ag. (2013). “Perspektif gender dalam
buku Bahasa Arab -‘al-Arabiyah Baina Yadaik-“ Jurnal al-Bayan, Vol 5, No.1.
IAIN Raden Intan.
Artikel
ini menjelaskan tentang isi buku pembelajaran bahasa arab al-Arabiyah Baina
Yadaik yang di dalamnya terdapat bias gender. Gender sendiri adalah karakter
yang sering disalahpahami oleh kebanyakan orang sama dengan jenis kelamin.
Padahal dalam kedua hal tersebut memiliki banyak perbedaan. Penulis menjelaskan
bahwa dalam buku Bahasa Arab -‘al-Arabiyah Baina Yadaik ini terdiri dari
12 unit, dan 5 unitnya berisi tentang gender feminis. Masing-masing unit
tersebut adalah: Teks Percakapan, Kosakata baru, Struktur tata bahasa, Latihan,
dan Simpulan struktur kalimat. Penulis memaparkan bahwa dalam buku Bahasa
Arab -‘al-Arabiyah Baina Yadaik ini begitu sedikit sekali menyorot tentang
eksistensi seorang perempuan. Perempuan hanya ada 4 wacana tentang perempuan,
baik itu perempuan sebagai pembicara atau objek dari pembicaraan. Semuanya
berjumlah 18 delapan belas kata terdiri dari nama diri, kata ganti, kata sapaan
yang lazim digunakan dalam lingkungan keluarga dan kata pelaku atau penyandang
profesi, misal dokter, insyinyur, dan guru. Analisis yang dilakukan penulis
juga menggunakan analisis teoritik dan analisis kritis. Penelitian ini
menggunakan metode penellitian deskriftif yang menunjukkan menggambarkan
fenomena-fenomena yang ada, yang berlangsung saat ini atau masa lampau seperti
bahasa yang membedakan penggunaanya untu perempuan dan laki-laki. Dari
artikel-artikel yang dikaji menunjukkan bahwa peran perempuan dalam buku ini
sangat sedikit dan tidak sebanding dengan isi buku yang akan diajarkan ke
siswa/peserta didik. Selain itu juga mengandung bias gender, terjadi
subordinasi perempuan oleh budaya patriarki.
Hijriyah, Umi.
(2014). “Bahasa dan Gender” Jurnal al-Bayan, Vol 6 No 2. IAIN Raden
Intan.
Artikel ini berisi tentang Bahasa
dan Gender yang tidak hanya bagi bahasa arab, tetapi juga bahasa inggris.
Selain itu, peneliti menyajikan artikel-artikel dalam bahasa indonesia dan
bahasa inggris yang berisi tentang permasalahan bahasa dan gender yang terjadi
di (seluruh) dunia. Peneliti memaparkan bahwa studi bahasa dan gender
memusatkan perhatian pada bagaimana pengaruh gender terhadap bahasa. penelitian
ini menggunakan metode korelasional yang merupakan suatu penelitian yang
melibatkan tindakan pengumpulan data, guna menentukan, apakah ada hubungan
antara dua variabel atau lebih, sepertidua variabel, yaitu gender dan bahasa.
peneliti menggabungkan antara gender dan bahasa yang mana gender berpengaruh
terhadap bahasa. selain itu ditemui juga variabel sosial politik yang
melingkupi baik gender maupun bahasa. variabel sosial politik merupakan masalah
dominasi bagi gender, di mana lelaki yang menempatkan dirinya sebagai penguasa
bisa memguasai sang objek, yaitu perempuan dalam sebuah bahasa. Gender juga berpengaruh
terhadap variasi bahasa meskipun sampai saat ini studi bahasa pada umumnya
membiarkan perbedaan gender dalam permasalahan bahasa. Data menunjukkan bahwa
kebanyakan isi buku pelajaran yang tersebar bagi peserta didik berisikan bias gender.
Muhammad Jafar
Shodiq. (2014). “ Bias Gender dalam Buku Bahasa Arab Siswa MA Kelas X dengan
Pendekatan Saintifik 2013”. Jurnal Pendidikan Islam, Vol 3 No 2. UIN Sunan
Kalijaga.
Artikel ini menjelaskan bahwa bias
gender masih terjadi di dalam buku-buku pelajaran, terutama bagi peserta didik
yang melanjutkan di sekolah khusus Agama (Madrasah). Peneliti menerangkan bahwa
Bias adalah kebijakan/program/kegiatan/kondisi yang memihak pasa salah satu
jenis kelamin atau kesenjangan peran dan kesempatan antara laki-laki dan
perempuan dalam kehidupan keluarga dan masyarakat. Peneliti memakai pendekatan
saintifik dan memakai K13 sebagai acuan buku yang diteliti. Dari beberapa bab
yang peneliti paparkan semuanya ternyata terdapat bias gender baik dalam
pengelompokkan peran antara laki-laki dan perempuan dalam hal publik dan
domestik. Begitupun dengan peran publik yang didominasi oleh laki-laki
sedangkan peran domestik didominasi oleh perempuan. Penelitian ini menggunakan
metode penelitian deskriftif karena menggambarkan fenomena-fenomena yang ada,
yang berlangsung saat ini atau saat yang lampau. Peneliti menyimpulkan bahwa
dalam Buku Bahasa Arab siswa kelas X Pendekatan Saintifik 2013 masih
menggunakan bias gender, baik dalam lisan maupun tulisan, dan banyak sekali
ditemukan ketidak setaraan yang menimbulkan ketidak adilan. Maka seharusnya
bias gender itu harus dihapuskan dan buku bahan ajar bahasa arab diteliti dan
dikaji ulang, agar tidak terjadi ketimpangan yang menimbulkan ketidak adilan
terhadap perempuan.
Analisis dan
Evaluasi
Dari
ketiga Anotasi Bibliografi di atas, penulis menemukan bahwa masih banyak dalam
buku-buku pelajaran untuk peserta didik di Madrasah berbagai jenjang yang
sangat lantang menyuarakan bias gender. Hal ini ditambah dengan sosial budaya
Indonesia yang juga sedikit banyak mendukung terjadinya Bias Gender.
Bahasa-bahasa seksis yang mengandung patriarki masih sering ditemui dalam
percakapan sehari—hari yang berujung menjadi kebiasaan-tidak dianggap sebuah
bias- dan akhirnya karena telah menjadi kebiasaan maka bisa menjadi sebuah
acuan dan memunculkan buku pegangan yang dijadikan bahan ajar di Madrasah.
Sebenarnya
cara pandang khalayak ramai terhadap sesuatu juga bisa menjadi sebuah contoh.
Contohnya kebiasaan dalam sebuah keluarga. Sang ayah yang dianggap sebagai
kepala keluarga pasti akan selalu mempunyai pekerjaan di ruang publik yang
menonjolkan sosok yang maskulin, tangguh, berani dan tanggung jawab. Berbeda
dengan sang istri yang merupakan seorang perempuan. Pekerjaaan yang
ditampilkannya pun hanya menjadi seorang ibu rumah tangga dan jarang sekali
ditampilkan di ruang publik, seperti seorang dokter, supir bus, dan pengacara.
Karena sosok yang ditampilkan oleh seorang perempuan adalah sosok yang lemah
lembut, penuh kasih, terkesan lemah (baik fisik maupun mental), dan mempunyai
sedikit sekali kesempatan untuk tampil diruang publik.
Bahayanya,
dengan kebiasaan ditampilkan dualisme ini, peserta didik akan terbiasa dengan
apa yang diajarkan kepadanya melalui pembelajaran bahan ajar cetak ini. Peserta
didik akan terbiasa dengan pekerjaan laki-laki yang selalu menonjol di ruang
publik dan akan merasa aneh jika melihat seorang perempuan tampil di ruang
publik, karena yang diajarkan kepada mereka adalah seorang perempuan seharusnya
ada di ruang domestik saja, tidak mencampuri ruang publik yang hanya milik
laki-laki.
Bahasa
pada umumnya, bahasa arab harus dipandang sebagai alat komunikasi. Alat ini
sangat penting, artinya dalam menyampaikan pesan. Namun demikian, pentingnya
alat tidak akan pernah malampaui pentingnya tujuan dalam simbol komunikasi
yaitu sampainya sebuah pesan. Rofiah berpendapat bahwa bahasa arab sebagai
simbol mempunyai peranan yang penting dalam menyampaikan pesan ilahi melalu al-Qur’an. Namun demikian
pentingnya simbol tidak akan pernah melampaui hal yang disimbolkan. Oleh karena
itu, bahasa arab penting dipelajari dalam memaknai ajaran agama. Namun bahasa
arab tetap harus diwaspadai karkaternya yang sangat bias, agar ajaran agama
tidak justru digunakan sebagai alat diskriminasi terhadap perempuan atas nama
Agama
Kesimpulan
Penulis
sudah menjelaskan bagaimana bias gender masih terjadi di era modern super
canggih yang serba media sosial ini, salah satunya melalui bahan ajar cetak
buku pembelajran bahasa arab yang ada di madrasah-madrasah semua jenjang.
Sangat disayangkan sebenarnya mengapa hal yang merupakan bagian patriarki ini
masih terjadi, karena seharusnya hal seperti ini sudah tidak terjadi, apalagi
jika bias gender ini menjadi materi penting dalam kurikulum yang diajarkan di
madrasah.
Seharusnya
peserta didik harus diajarkan adil sejak dini, semenjak menginjak masuk
madrasah diniyah. Karena jika sudah menjadi kebiasaan dan terbiasa, harapan
ingin dihapuskannya patriarki dan bias gender di dalam masyarakat Indonesia
akan sulit terjadi, kalau tidak penulis paparkan utopia. Atau jika bias gender
dan patriarki masih menjamur di buku-buku pelajaran bahasa arab di Madrasah, Guru
harus memegang peran penting agar diminimalisir dan untuk bisa menyamakan bahwa
tidak ada perbedaan antara gender A dengan gender B terlepas dari tata bahasa
arab dan bahasa arabnya sendiri yang begitu seksis, masih menganut patriarki
dan Bias Gender.
Daftar Pustaka
Abdul Munif, Strategi dan Kiat Menerjemahkan Teks Bahasa Ara, (Yogyakarta,
Bidang Akademik UIN Sunan Kalijaga, 2008), hal.41.
Erlina. (2013). “Perspektif
gender dalam buku Bahasa Arab -‘al-Arabiyah Baina Yadaik-“ Jurnal al-Bayan,
Vol 5, No.1. IAIN Raden Intan.
Muhammad Jafar Shodiq. (2014). “ Bias Gender dalam Buku Bahasa
Arab Siswa MA Kelas X dengan Pendekatan Saintifik 2013”. Jurnal Pendidikan
Islam, Vol 3 No 2. UIN Sunan Kalijaga.
Julia Cleves Mose, Gender dan Pembangunan, Terj. Hartian Silwati
(Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2004), hal.11
Susiloningsih dan Agus M. Najib, Kesetaraan Gender di Perguruan
Tinggi (Yogyakarta, UIN Sunan Kalijaga, 2004), hal.11
Syamsudiin Asyrofi, Metodologi Pengajaran Bahasa Arab, Konsep
dan Implementasinya, (Yogyakarta, Penerbit Ombak, 2016), hal. 14
Umi Hijriyah. (2014). “Bahasa dan Gender” Jurnal al-Bayan,
Vol 6 No 2. IAIN Raden Intan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar